Senin, 17 September 2007

MLM: Belajar yang Mengasyikan

Mempelajari bisnis MLM membutuhkan komitmen kuat, sebelum Anda menerjuninya lebih dalam. Pada tahap awal, kita perlu mempelajari materi-materi yang diperoleh dari buku staterkit atau media pembantu lainnya, entah itu CD, VCD, MP3, kaset atau brosur-brosur. Mungkin anda perlu waktu sekitar satu bulan mengkaji. Bisa dilakukan di sela-sela waktu rutin kerja Anda, atau di rumah seusai pulang kerja. Ya, sejam dua jam saya pikir sudah cukup.

Bila Anda mendapat support system dari upline Anda atau kantor pusat MLM-nya, manfaatkan dengan baik. Kaji dan eksplorasi setahap demi setahap. Bila materi itu bisa dibuka dengan komputer, itu lebih mengasyikan. Isi dari CD support bisa diklik satu demi satu. Cara ini cukup memudahkan kita menelusuri masalah-masalah yang ingin kita ketahui dan pahami.
Kesabaran menjadi modal utama Anda di bisnis MLM. Bila anda masih belum paham, disarankan untuk tidak langsung mengajak orang lain (prospek) untuk bergabung dengan Anda. Soalnya, Anda bisa kelabakan bila ditanya ini itu oleh prospek, sementara Anda belum memahami dengan detail. Jadi sebaiknya di awal-awal bulan fokuskan saja dulu dengan materi pembelajaran tetang MLM. Asah terus rasa ingin tahu Anda terhadap marketing plan, produk dan keunggulannya, teknik-teknik mengembangkan jaringan, dll. Dijamin, ini menjadi bekal awal yang bagus untuk Anda saat menggeluti MLM.

Bila MLM Anda memiliki sistem pendukung email dan grup milis, bergabunglah di dalamnya. Email Anda sebaiknya berdiri sendiri khusus untuk grup milis MLM tersebut agar isi email Anda tidak bertumpuk dengan email yang diposting grup milis lain. Lewat grup milis ini Anda bisa belajar lebih banyak karena beragam informasi bisa diperoleh dan Anda juga bisa berbagi saran dan pengalaman dengan member lainnya di seluruh pelosok. Ini sangat membantu Anda, terlebih bila Anda sering mengirim postingan, pasti nama Anda bisa dikenal di kalangan member MLM tersebut. Ini memudahkan Anda bergaul bila grup milis ini sewaktu-waktu melakukan pertemuan bersama lewat ajang kopi darat.

Setelah Anda paham beberapa materi, siapkan dana belanja di bulan kedua. Ini dimaksudkan untuk membeli produk-produk unggulan MLM. Paling tidak, Anda bisa mencobanya lebih dulu sebelum ditawarkan ke orang lain atau prospek. Belanja bisa dilakukan secara mencicil untuk beberapa produk, bila Anda tidak bermaksud membelanjakan uang yang ada untuk tutup poin (tupo) saat itu. Dengan belanja dan mencoba produk, Anda bisa menguji keunggulan produk tersebut. Di sini Anda masih dalam tahap belajar. Mengapa dikatakan demikian? Pengetahuan tentang produk (product knowledge) harus anda miliki supaya Anda tahu seluik beluk produk tersebut. Bila di tempat penjualan (DC/stockist) juga dijual brosur-brosur produk, Anda layak memilikinya. Harganya terbilang murah. Anda bisa pelajari brosur-brosur tersebut agar Anda paham apa dan bagaimana kelebihan produk tersebut. Brosur yang dijual biasanya tidak memiliki poin value (PV).

Proses pembelajaran ini harus dijalankan dengan semangat "mengasyikan". Pasalnya, semangat seperti ini akan menggembleng Anda secara tidak langsung dan mampu menjaga komitmen Anda untuk menjalaninya. Asyik belajar materi A, asyik belajar materi B, dan seterusnya. Karena itu, semangat rasa ingin tahu harus dipupuk lebih dulu. Materi di CD masih kurang, jangan sungkan untuk ditanyakan di forum grup milis. Bila perlu, tanya ke pengelola milisnya mengenai kekurangan yang ada. Yakinlah, pada akhirnya Anda bisa yakin belajar soal MLM itu sungguh mengasyikan.

Jakarta, 18/09/07




Rabu, 08 Agustus 2007

"Maaf, Saya tidak Tertarik!"

Ada tulisan menarik yang mungkin bisa Anda renungkan ketika saya atau orang lain mungkin menawarkan sebuah peluang bisnis jaringan kepada Anda. Selamat merenung...(sekali usai membaca, renungkanlah tentang masa depan Anda..)

"Maaf, saya tidak tertarik!"atau "Maaf, saya tidak ada waktu untuk mendengarkannya!",
Pernyataan-pernyataan seperti ini kerap diucapkan seseorang pada saat dia ditawarkan untuk berpartisipasi atau bergabung di dalam bisnis MLM (Multi Level Marketing). Akan tetapi pernahkah terbersit dalam benak kita, walau begitu banyak orang yang antipati terhadap bisnis MLM, tetapi pada kenyataannya, perusahaan MLM semakin banyak dan yang bergabung pun semakin banyak?
Dalam bisnis MLM, kebanyakan orang mudah mengalah dalam 3 bulan pertama, hal ini disebabkan kurangnya motivasi seseorang tersebut dalam pencapaian target, kurangnya referensi (lack of references) tentang bisnis MLM juga merupakan faktor keputus-asaan. Meraih kesuksesan memang tidaklah mudah, namun jika kesuksesan bisa dicapai oleh orang lain, itu berarti kita pun bisa (ora et labora).
"Success is started from a dream", kesuksesan pun berawal dari sebuah impian. Namun pada kenyataannya, ada saja orang yang mengecilkan impiannya agar setara dengan pendapatannya, seharusnya kita besarkan pendapatan kita agar setara dengan impian kita.
Mulai sekarang setialah dengan impian anda dan pastikan tidak ada sesuatu pun yang dapat menghalangi anda untuk memastikan impian anda terwujud. Di dalam bisnis MLM, anda tidak hanya membantu diri anda sendiri namun membantu banyak orang lain dalam meraih dan menikmati kebebasan keuangan. Dan tanamkan "Vini Vidi Vici " (Aku lihat, aku datang, aku menang). Ubahlah kata "NO" anda menjadi "YES" untuk bergabung ke bisnis MLM. Apabila anda masih bingung dan belum memahami manfaat besar dari bisnis MLM, bagaimana mengubah kata "NO" menjadi "YES", ikutilah seminar N02YES yang akan diadakan di kota-kota anda.
disadur dari Revell Update Juni2006.

Senin, 23 Juli 2007

Jangan Pernah Berhenti

Ada tulisan dari Gede Prama yang mungkin bisa memberi inspirasi bagi para pelaku bisnis MLM. Selamat membaca....

Sejumlah sejarahwan yakin, bahwa pidato Winston Churchill yang paling berpengaruh adalah ketika beliau berpidato di wisuda Universitas Oxford. Churchill mempersiapkan pidato ini selama berjam-jam. Dan ketika saat pidatonya tiba, Churchill hanya mengucapkan tiga kata : 'never give up' (jangan pernah berhenti).

Sejenak saya merasa ini biasa-biasa saja. Tetapi ketika ada orang yang bertanya ke saya, bagaimana saya bisa berpresentasi di depan publik dengan cara yang demikian menguasai, saya teringat lagi pidato Churchill ini.
Banyak orang berfikir kalau saya bisa berbicara di depan publik seperti sekarang sudah sejak awal. Tentu saja semua itu tidak benar. Awalnya, saya adalah seorang pemalu, mudah tersinggung, takut bergaul dan minder. Dan ketika memulai profesi pembicara publik, sering sekali saya dihina, dilecehkan dan direndahkan orang. Dari lafal 'T' yang tidak pernah lempeng, kaki seperti cacing kepanasan, tidak bisa membuat orang tertawa, pembicaraan yang terlalu teoritis, istilah-istilah canggih yang tidak perlu, serta segudang kelemahan lainnya.

Tidak bisa tidur beberapa minggu, stres atau jatuh sakit, itu sudah biasa. Pernah bahkan oleh murid dianjurkan agar saya dipecat saja menjadi dosen di tempat saya mengajar. Pengalaman serupa juga pernah dialami oleh banyak agen asuransi jempolan. Ditolak, dibanting pintu, dihina, dicurigai orang, sampai dengan dilecehkan mungkin sudah kebal. Pejuang kemanusiaan seperti Nelson Mandela dan Kim Dae Jung juga demikian. Tabungan kesulitan yang mereka miliki demikian menggunung. Dari dipenjara,hampir dibunuh, disiksa, dikencingin, tetapi toh tidak berhentiberjuang.
Apa yang ada di balik semua pengalaman ini, rupanya di balik sikap ulet untuk tidak pernah berhenti ini, sering bersembunyi banyak kesempurnaan hidup. Mirip dengan air yang menetesi batu yang sama berulang-ulang, hanya karena sikap tidak pernah berhentilah yang membuat batu berlobang.


Besi hanya menjadi pisau setelah ditempa palu besar berulang-ulang, dan dibakar api panas ratusan derajat celsius. Pohon beringin besar yang berumur ratusan tahun, berhasil melewati ribuan angin ribut, jutaan hujan, dan berbagai godaan yang meruntuhkan.

Di satu kesempatan di awal Juni 1999, sambil menemani istri dan anak-anak, saya sempat makan malam di salah satu restoran di depan hotel Hyatt Sanur Bali. Yang membuat kejadian ini demikian terkenang, karena di restoran ini saya dan istri bertemu dengan seorang penyanyi penghibur yang demikian menghibur.

Pria dengan wajah biasa-biasa ini, hanya memainkan musik dan bernyanyi seorang diri. Modalnya, hanya sebuah gitar dan sebuah organ. Akan tetapi, ramuan musik yang dihasilkan demikian mengagumkan. Saya dan istri telah masuk banyak restoran dan kafe. Namun, ramuan musik yang dihadirkan penyanyi dan pemusik solo ini demikian menyentuh. Hampir setiap lagu yang ia nyanyikan mengundang kagum saya, istri dan banyak turis lainnya. Rasanya susah sekali melupakan kenangan manis bersama penyanyi ini. Sejumlah uang tip serta ucapan terimakasih saya yang dalam, tampaknya belum cukup untuk membayar keterhiburan saya dan istri.

Di satu kesempatan menginap di salah satu guest house Caltex Pacific Indonesia di Pekan Baru, sekali lagi saya bertemu seorang manusia mengagumkan. House boy (baca : pembantu) yang bertanggungjawab terhadap guest house yang saya tempati demikian menyentuh hati saya. Setiap gerakan kerjanya dilakukan sambil bersiul. Atau setidaknya sambil bergembira dan tersenyum kecil. Hampir semua hal yang ada di kepala, tanpa perlu diterjemahkan ke dalam perintah, ia laksanakan dengan sempurna. Purwanto, demikian nama pegawai kecil ini, melakoni profesinya dengan tanpa keluhan. Bedanya penyanyi Sanur di atas serta Purwanto dengan manusia kebanyakan, semakin lama dan semakin rutinnya pekerjaan dilakukan, ia tidak diikuti oleh kebosanan yang kemudian disertai oleh keinginan untuk berhenti.

Ketika timbul rasa bosan dalam mengajar, ada godaan politicking kotor di kantor yang diikuti keinginan ego untuk berhenti, atau jenuh menulis, saya malu dengan penyanyi Sanur dan house boy di atas. Di tengah demikian menyesakkannya rutinitas, demikian monotonnya kehidupan, kedua orang di atas, seakan-akan faham betul dengan pidato Winston Churchill : never give up.

Anda boleh mengagumi tulisan ini, atau juga mengagumi saya, tetapi Anda sebenarnya lebih layak kagum pada penyanyi Sanur dan house boy di atas. Tanpa banyak teori, tanpa perlu menulis, tanpa perlu menggurui, mereka sedang melaksanakan profesinya dengan prinsip sederhana : jangan pernah berhenti.
Saya kerap merasa rendah dan hina di depan manusia seperti penyanyi dan pembantu di atas. Bayangkan, sebagai konsultan, pembicara publik dan direktur sebuah perusahaan swasta, tentu saja saya berada pada status sosial yang lebih tinggi dan berpenghasilan lebih besar dibandingkan mereka. Akan tetapi, mereka memiliki mental never give up yang lebih mengagumkan.

Kadang saya sempat berfikir, jangan-jangan tingkatan sosial dan penghasilan yang lebih tinggi, tidak membuat mental never give up semakin kuat.

Kalau ini benar, orang-orang bawah seperti pembantu, pedagang bakso, satpam, supir, penyanyi rendahan, dan tukang kebunlah guru-guru sejati kita.
Jangan-jangan pidato inspiratif Winston Churchill - sebagaimana dikutip di awal - justru diperoleh dari guru-guru terakhir.
Oleh : Gede Prama

MLM dan Pengentasan Kemiskinan (2)

Model MLM sebenarnya bisa dijadikan model dan strategi mengentaskan kemiskinan. Karena di bisnis ini rakyat dimotivasi untuk mengentaskan dirinya dari kemiskinan mental dan juga kemiskinan dalam arti fisik (materi). Lewat MLM masyarakat yang ingin mengubah jalan hidupnya dimotivasi sebelum menjalani bisnis ini. Dimotivasi untuk melihat kondisi diri sendiri dan harapan serta nasib mereka di masa depan. Lebih awal pikiran mereka dibuka sedikit demi sedikit hingga kemudian hatinay terbuka pada bisnis MLM ini.

Banyak di antara pelaku bisnis MLM yang sukses awalnya buta terhadap usaha ini. Sebagian bahkan termasuk kelompok masyarakat yang awalnya secara ekonomi pas-pasan dan pesimis menghadapi kehidupan mereka. Ada yang awalnya tukang sol sepatu, tukang becak, pemulung sampah, buruh pabrik, dll. Tapi berkat dorongan dan suntikan motivasi yang diperoleh melalui training-training intensif, mentalitas mereka berubah. Hebat!

Berbeda dengan program-program kemiskinan yang ada selama ini, unsure membangun motivasi begitu minim. Masyarakat yang akan mendapat bantuan dana disurvei para fasilitator program untuk dievaluasi kelayakannya. Bila memang miskin, dana bakal dikucurkan secara bertahap. Motivasi yang diberikan dilakukan di awal sosialisasi dengan cukup “diiming-imingi” jumlah dana yang bakal mereka terima. Ironisnya, para fasilitator yang diharapkan menjadi agen perubahan masyarakat (dengan memotivasi kelompok masyarakat miskin) banyak yang mengalami penyusutan mental. Boro-boro mereka mengentaskan kemiskinan masyarakat, alih-alih mereka sendiri dimiskinkan oleh system proyek pengentasan kemiskinan. Mengapa demikian? Karena sebagian fasilitator itu selalu digaji terlambat. Karena keterlambatan gaji, mau tidak mau mereka harus menutup biaya operasional mereka ke lapangan…saya pernah mendapat keluhan dari seorang fasilitator P2KP yang bertugas di Karawang yang berujar, “motivasi saya surut untuk membantu program ini. Gaji selalu terlambat. Bagaimana kita termotivasi mengentaskan kemiskinan masyarakat, kalau motivasi kita susut karena ketidakpastian gaji yang dibayarkan pengelola program,” begitu keluhnya. Mendengar keluhan itu saya hanya berucap begini: “Bagaimana mau mengentaskan kemiskinan, kalau fasilitatornya dimiskinkan duluan sama pemerintah. Mengentaskan kemiskinan tapi melahirkan kemiskinan baru. Sudah lapor saja ke SBY. PNPM gak bakalan tuntas kalau kegiatan seperti itu lebih banyak dipandang sebagai proyek basah pihak-pihak terkait”. He..he..he…

Strategi pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan memang tak bisa disalahkan. Soalnya system yang dibuat memang dibuat sedemikian birokratis dan itu memang hak pemerintah. Beda halnya dengan system MLM. Sederhana, transparan, mengedepankan sikap positif lewat pengembangan motivasi, memiliki program pelatihan yang edukatif, dan mengedepanan kemandirian. Birokrasi dipangkas sedemikian rupa sehingga penjelasan yang disampaikan kepada “konstituen” (distributor) mereka mudah dicerna.

Akselerasi kesejahtaraan yang diraih mereka yang dulunya dalam kondisi ekonomi minim juga bergerak cepat. Rata-rata kurun waktu untuk mendapatkan kesejahteraan materi memang lebih lama disbanding mendapatkan pengembangan mental spiritual. Artinya, yang dibangun lebih dulu adalah mentalitas dan kepercayaan diri. Baru setelah itu kesejahteraan mengikuti dengan sendirinya. Dua tiga tahun mentalitas mereka ditempat, tapi memasuki tahun ketiga secara bertahap pendapatan mereka berubah.

Ini menunjukkan fakta bila bisnis MLM mampu membangun karakter masyarakat yang lebih berkualitas. National character building (membangun karakter bangsa) bisa dijalankan bisnis MLM secara tidak langsung di tengah kondisi masyarakat kita yang saat ini dalam keadaaan pesimis dan kecenderungan yang destruktif.

Karena itu, saatnya kita membuka mata lebar-lebar. Tak cuma hanya berani nyinyir atau sinis terhadap mereka yang bergelut di bisnis MLM tapi semestinya bertanya pada diri sendiri: adakah perubahan dalam diri kita untuk menjadi pribadi yang positif dan memberikan kontribusi yang lebih baik pada masyarakat?

MLM dan Pengentasan Kemiskinan (1)

Tahukah anda bahwa ketika masih menjabat sebagai Presiden AS, Bill Clinton pernah berujar dan menyambut bisnis MLM sebagai model bisnis yang mampu mewujudkan kesejahteraan rakyatnya dengan tetap menjaga sisi kemanusiaannya? Sungguh luar biasa bila seorang presiden memandang positif bisnis MLM. Tak Cuma Clinton, mantan PM Malaysia DR Mahathir Mohammad juga menyampaikan sambutan menggembirakan karena di matanya bisnis MLM sangat membantu rakyatnya. Dia mengucapkan rasa terimakasihnya kepada para distributor MLM yang mampu menjadi pondasi kekuatan ekonomi rakyatnya dalam menghadapi krisis ekonomi yang menghancurkan perekonomian kawasan Asia Tenggara pada 1998 lalu sehingga Malaysia mampu bertahan menghadapi gelombang krisis moneter.

Sambutan positif seperti itu adalah cerminan nyata bahwa bisnis MLM bukan sekadar bisnis recehan. Dengan kekuatan system yang dikembangkan selama ini, secara perlahan model bisnis MLM telah meyakinkan para pengambil keputusan di tingkat pemerintahan sebagai model usaha yang bisa diterapkan dalam mengentaskan kemiskinan. Tak sebatas mengentaskan kemiskinan secara materi tentu saja, tapi juga mengentaskan kemiskinan motivasi (mental) masyarakat yang beban ekonominya begitu berat.

Padahal, selama ini pemerintah kita sudah bertahun-tahun menerapkan berbagai model pengentasan kemiskinan dengan beragam program. Ada PPMK (Program Pengembangan Masyarakat Kelurahan), P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan), PPFM (Program Penanggulangan Fakir Miskin), BLT (Bantuan Langsung Tunai), dsb. Triliunan dana dikucurkan pemerintah untuk mensukseskan program ini. Bila perlu meminta dana hibah dari Bank Dunia atau ADB yang tentu saja sebagian dana harus dikembalikan pemerintah (dari uang rakyat) dengan disertai bunga yang sedikit tapi sebetulnya nyelekit.

Hasilnya? Kemiskinan tetap tidak mengalami penyusutan signifikan dalam waktu 10 tahun terakhir ini. Kalaupun ada peningkatan, selalu jadi bahan perdebatan antara angka yang disampaikan pemerintah via Biro Pusat Statistik (BPS) dengan kalangan LSM, bahkan dengan Bank Dunia sendiri. Tak ada ukuran standar yang pasti mengenai batas kemiskinan dan kesejahteraan.

Kemiskinan memang relatif. Tapi bagaimana pun kemiskinan menjadi momok menakutkan bagi pemerintahan di manapun. Gelontoran dana yang dikucurkan angkanya makin meningkat, tapi kemiskinan tak mengalami perubahan. Terlebih dana yang digelontorkan seringkali disalahgunakan, entah oleh pengelola program maupun masyarakat pengguna dana. Itu terjadi karena program pengentasan kemiskinan di negeri ini lebih banyak dipandang sebagai proyek, bukan program. Dijadikan proyek karena duit yang ada lebih banyak dipakai untuk biaya operasional program, bukan bagaimana dijadikan alat untuk mengentaskan kemiskinan.

Program-program seperti itu harus kita akui kurang memberikan nilai pendidikan dan kedewasaan bagi masyarakat dan juga pengelola pemerintahan sendiri. Dana yang disediakan pemerintah telah menempatkan pemerintah sebagai “sinterklas”. Sementara rakyat tidak menjadi mandiri karena lebih menunggu dan menengadahkan harapan kucuran dana untuk mereka kepada pemerintah. Lebih banyak “ikan” yang diberikan ketimbang bagaimana menggunakan “kail”. Mentalitas seperti tak mampu memotong mata rantai kemiskinan yang ada di masyarakat.

Rabu, 18 Juli 2007

Potensi Bisnis MLM

Ada tulisan menarik yang ditulis Sdr. Joko mengenai MLM di website bebasfinansial. Judul awalnya "Bisakah Menjadi Jutawan melalui MLM?", tapi karena ulasannya tidak mengupas judul di atas judul itu saya ganti di blog ini (sorry ya mas Joko..he..he..he..) dengan judul "Potensi Bisnis MLM". Semoga bermanfaat....

Masalah yang selalu bermain dalam benak usahawan yang baru bergabung dalam MLM adalah:Bisakah menjadi Jutawan melalui MLM ? untuk menjawab persoalan ini, saya katakan BISA....BANGETTTTTTTT .. !! Mengapa begitu mengapa begini karena beberapa hal dibawah ini :
- MLM adalah Bisnis yang tidak melibatkan Perantara (Pengedar tunggal,Pemborong, dan pengecer).
- Modal Kecil untuk Memulai Bisnis MLM.(Hanya bermodalkan / alih belanja 130 - 150 ribu dan pembelian barang, keuntungan yang bisa didapat melebihi puluhan juta).
- Bisnis MLM dapat dilakukan dengan Santai dan menghemat Waktu (Kita semua dianugerahi Tuhan 24 Jam setiap hari,waktu bekerja 8 jam,waktu santai 8 jam dan waktu tidur 8 jam.Gunakanlah waktu santai tsb 3 jam saja untuk melakukan bisnis MLM).
- MLM dilakukan melalui proses Penggandaan (kesuksesan downline adalah kesuksesan Upline).
- Anda akan mendapat Bimbingan dari Upline Anda (Jika Upline tidak bertanggung jawab dan membimbing Anda, akan sulit bagi mereka untuk sukses dalam bisnis MLM).
- BISNIS MLM merupakan Seni berhubungan antara sesama Manusia.(nambah temen / nambah relasi)
- Resiko MLM lebih sedikit dibandingkan bisnis lain. Demikian beberapa strong poin didalam menggeluti usaha kita ini. Dengan kata lain, Anda bebas bekerja sesuai dengan waktu yang anda miliki, ANDA adalah Pemimpin diri anda sendiri !!!!

Posted by: Joko (sumber: http://bebasfinansial.com/news.php?nom=61&id=ayahkia)

Mengapa Saya Terjun ke MLM?

Sebagian besar orang Indonesia jika mendengar kata MLM pasti bakal nyinyir. Awalnya saya pun berpikir seperti itu. Risih mendengarnya. Termasuk mungkin Anda juga. Apalagi ketika ada orang atau kawan yang menawari bisnis MLM, hmmm…kadang-kadang saya harus bersikap cuek. Tapi sikap itu saya lakukan lebih dari enam tahun lalu. Bedanya, setahun kemudian pandangan saya berubah terhadap bisnis MLM. Bahkan saya pun menerjuninya.

Awal menerjuni bisnis MLM saya jalani karena termotivasi setelah saya membaca pengalaman-pengalaman sukses orang-orang yang terjun di bisnis ini. Rata-rata mereka adalah orang-orang yang memiliki kelebihan: kelebihan duit, kelebihan harta, kesejahteraan, kemakmuran dan juga kesehatan. Yang menarik adalah latar belakang mereka sebelum jadi pelaku bisnis MLM yang sukses. Ada yang dulunya tukang es balok, tukang sol sepatu, tukang becak, penjaga warteg, karyawan bank, dosen, mahasiswa, hingga direktur sebuah bank asing terkemuka. Kini mereka menjadi sosok menakjubkan karena mampu melakukan perubahan revolusioner terhadap fisik dan mental mereka.

Bayangkan bila seorang Madali, tukang becak di Bekasi, terjun ke bisnis MLM, lalu hanya dalam setahun mampu memperoleh penghasilan Rp 2 juta/bulan (itu tahun 2002 lho dan gaji saya waktu itu cuma Rp 1,25 juta). Padahal, sebelumnya sebagai tukang becak pendapatan seperti itu mustahil dimilikinya. Hebatnya, lewat bisnis ini mentalitas dia berubah drastis. Sebelum menjalani bisnis ini dia kerjaannya cuma nongkrong-nongkrong di warung, main judi bahkan suka minum-minum. Tapi, ketika terjun ke bisnis ini sikap dan perilakunya itu berganti cepat. Sikap minder seorang tukang becak berganti menjadi orang yang optimis dan memiliki pandangan hidup yang lebih religius. Maklumlah, bukan cuma penghasilan Rp 2 juta saja yang diraihnya itu, tapi juga bonus perjalanan religi yakni naik haji, siap menantinya dalam waktu tak lama lagi.

Kembali ke pandangan saya pada MLM. Saya menjalani bisnis ini karena ingin mengetahui seluk beluk dunia mereka yang melakoninya. Di awal-awal menjalani bisnis MLM kita memang dituntut untuk mengikuti apa dan bagaimana cara mengikuti permainan berbisnis MLM yang sebenarnya. Ikut kegiatan home sharing, pelatihan dan juga pengembangan motivasi.

Pertamakali memang berat. Maklum, karena memang masih baru. Tapi kita harus mau belajar, belajar dan belajar. Tak ada sesuatu yang baru dimulai dengan belajar dan kerja keras. Kerja kantoran saat kita memulainya juga terasa berat. Apalagi bila kita baru memulai pekerjaan baru itu. Beruntunglah, karena saya suka sesuatu yang baru dan menantang dan hal itu memang menyenangkan. Prinsipnya, saya tetap berpandangan positif saja lah. Soalnya ada sesuatu yang baru dibanding dengan kegiatan rutinitas saya di kantor. Padahal, terjun ke bisnis MLM hanyalah sebuah kerja sampingan atau cari penghasilan tambahan. Mungkin anda setuju dengan pandangan terakhir saya itu.

Sayang. Saya hanya bisa menjalani bisnis ini hanya enam bulan. Berhentinya bukan karena saya jenuh atau malas mengikuti berbagai kegiatan tersebut tapi karena saya harus konsentrasi membantu proses kelahiran istri dan merawat anak pertama saya. Maklum, semangat saya tercuri oleh cinta saya pada si cikal alias anak pertama. Padahal, saya sudah punya mitra bisnis MLM yang mulai dikembangkan.

Tapi pandangan saya pada MLM tetap positif. Apalagi setelah membaca tulisan-tulisan Robert T. Kiyosaki, penulis buku best seller Rich Dad, Poor Dad. Saya menemukan pandangan-pandangan penting mengenai passive income (pendapatan pasif) di mana dijelaskan bahwa cara pandang kita dalam melihat pendapatan sudah saat diubah dari “kebiasaan kita yang mencari dan mendapatkan pendapatan” menjadi “pendapatan yang datang ke saku kita sendiri”. Maka saya pun masuk kembali berbisnis MLM meski benderanya berbeda dengan yang sebelumnya (malu...takut ketemu dowline saya yang dulu...ha..ha..ha..). Tapi di bisnis MLM yang baru ini saya didukung strategi rekrutmen dengan cara online lewat internet (klik aja http://www.cicilanmobilmurah.cjb.net/). Ini sangat membantu saya dan juga dowline baru saya (kalau mau merasakannya coba anda gabung deh..he..he..he...)

Awalnya buku Kiyosaki itu memang ribet dipahami. Tapi bila direnungkan memang ada benarnya pandangan Kiyosaki. Bayangkan, bila selama ini sebagian besar orang begitu asyik dengan pendapatan dari pekerjaannya di kantor. Tanpa disadari, di tengah situasi kompetisi yang makin ketat tiba-tiba banyak bisnis konvensional yang kemudian harus mengurangi jumlah karyawannya atau bahkan terpaksa tutup dengan alas an efisiensi. Lalu aksi PHK pun mengimbas anda. Yang terjadi kemudian adalah hilangnya pendapatan kita! Kita hanya mendapat pesangon. Itupun mungkin hanya cukup untuk tiga bulan ke depan. Lalu bagaimana usaha anda berikutnya? Cari kerjaan baru dan menjadi karyawan dari pemilik perusahaan lain biasanya jadi alternatif. Bila nggak mau ya buka usaha sendiri.

Di sinilah pentingnya para karyawan harus mengantisipasi semua kemungkinan buruk yang terjadi. Bila PHK menimpa apa yang harus diperbuat? Kiyosaki berpandangan bahwa para karyawan semestinya berpikir mengenai arti pentingnya cash flow quadrant. Empat kuadran yang ditawakan adalah apakah kita akan memilih pendapatan hanya dari satu sumber atau kita mencoba alternatif lain misalnya sebagai investor (penanam modal), self-employee (wirausahawan), business owner (pengusaha), atau tetap bertahan pada posisi sebagai employee (karyawan).

Bila anda menjadi karyawan, pendapatan anda berasal dari perusahaan di mana kita bekerja. Anda bekerja untuk orang lain. Anda boleh saja selama ini merasa nyaman karena rutin mendapat gaji. Tapi bagaiaman bila perusahan collapse? Pendapatan anda terhenti.

Bila anda menjadi investor, anda butuh modal banyak untuk membuat perusahaan atau bila ingin ditanam di deposito, saham atau obligasi. Orang lain bekerja untuk anda karena harus memutar modal yang telah anda tanam. Tapi pertanyaannya, apakah anda memiliki modal cukup untuk mendirikan usaha anda? Anda tak salah kok bila ingin jadi pemilik modal asal syaratnya seperti tadi: punya duit cukup.


Bila ingin jadi pekerja lepas (self employee) maka anda perlu memiliki keterampilan khusus. Dengan memiliki keterampilan itu anda bisa mengembangkan profesionalisme anda menjadi sumber penghasilan. Dalam kuadran ini biasanya kita bisa menemukan “profesional” berpendidikan tinggi yang menghabiskan waktu bertahun-tahun di bangku sekolah, seperti misalnya dokter, pengacara, dan akuntan. Juga dalam kelompok ini terdapat orang-orang yang mengambil jalur pendidikan di luar, atau di samping, aliran tradisional. Kelompok ini meliputi wiraniaga dan pemilik bisnis kecil seperti pemilik toko eceran, pemilik restoran, kontraktor, konsultan, ahli terapi, agen perjalanan, montir mobil, tukang ledeng, tukang kayu, pengkhotbah, tukang listrik, penata rambut, dan artis. Bersyukurlah bila anda memiliki keterampilan seperti itu. Yang penting anda sebagai pencipta system mau tidak mau harus turut membangun system sendirian.

Dalam buku The Cashflow Quadrant, Robert T. Kiyosaki mengatakan bahwa untuk mendapatkan kebebasan finansial dengan cepat, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah "Mengurus Bisnis Sendiri". Artinya bekerja pada "kuadran pemilik usaha (business owner). Beruntunglah anda saat bila telah memiliki bisnis sendiri. Bisnis franchising (waralaba) pribadi dengan modal kecil dan system yang sederhana sehingga anda bisa berada di kuadran B. Dan ternyata bisnis MLM ada di quadran ini.
Mengapa begitu? Karena bisnis MLM membutuhkan modal kecil untuk membeli staterkit dan juga membeli produk dalam jumlah tertentu (biasanya biaya yang dikeluarkan itu terjangkau). Dengan memiliki staterkit ini otomatis kita menjadi pemilik usaha dari produk-produk MLM tersebut. Dan dengan adanya produk yang kita beli dari perusahaan kita bisa menjualnya kembali (kalau belum mampu menjualnya boleh kok sedikit demi sedikit). Selisih harga yang kita peroleh dengan harga produk yang kita dijual adalah keuntungan yang bisa kita ambil (biasanya 20% lho. Lumayan kan?). Nah, bila kita ingin mengembangkan bisnis MLM kita, maka perlu membangun kemitraan dengan para calon mitra bisnis lainnya (namanya downline). Biasanya calon mitra ini adalah orang yang (mudah) yang punya kesamaan pandangan akan nasib, visi, dan cita-cita ekonominya di masa depan. Pokoknya, sistem sudah tersedia dan kita hanya tinggal menjalankannya saja.

Pandangan Kiyosaki saya pikir akan memberi inspirasi anda mengenai arti penting pendapatan dan jaminan kesejahteraan pribadi. Sebagaimana pernah dituturkan Tri Utomo Wiganarto, konsultan West Java Corridor, Trilogi Kiyosaki ini hampir sepenuhnya berbicara tentang pembentukan karakter pribadi kita dan hanya sedikit yang membahas masalah teknis. ''Pendekatan Kiyosaki adalah pendekatan 'leaderships' yang dituangkan dalam bahasa yang membumi,'' kata Tri. ''Pemikiran Kiyosaki mengubah paradigma berpikir kita menjadi lebih terbuka.'' (Republika, 18/6/02).

Nah, alasan itulah yang membuat saya makin terbuka dengan bisnis MLM. Saya sarankan bagi anda yang masih memandang khawatir, miris, nyinyir atau bahkan mencibir bisnis MLM untuk mencoba mengupas buku itu. Asyik dan menarik. Percayalah, meski anda tetap mengkritisi bukunya Kiyosaki (awalnya saya juga begitu), tapi sebagian besar hati kita bakal membenarkan pandangan Kiyosaki (eh, tapi bukan bermaksud mengkultus individukan dia lho! He..he..he..).